Narasi Nur Ariyanti Ep 3 : Jangan Dibuang

Kisah ini hanya fiktif bagi kalian, tapi nyata diingatan. Gadis kecil yang mungil, sama seperti anak-anak lain yang ingin menghabiskan waktunya bermain dan punya banyak mainan. Ekonomi orang tua yang pas-pasan membuat anak itu selalu bosan dan mencari terobosan.

Banyak hal yang ia inginkan dan berusaha diwujudkan, namun sayang selalu dapat tentangan dan berakhir dengan amukan. Usianya makin besar, dan mulai diberi keluasan dalam mengambil keputusan. Kala itu ia berusia 6 tahun berjualan sayur-sayuran melintasi hutan dari perkampungan ke perkampungan. Saat sekolah, ia pun berjualan dan mengumpulkan barang rongsokan.
Saat berjalan kaki menuju sekolah yang berjarak kurang lebih 3km, ia melintasi sebuah perusahaan kayu. Di dalam pagar berjeruji, terlihat kubangan besar seperti danau yang sangat dalam dan airnya hampir kering, disana banyak sekali besi-besi buangan dari alat berat, entah sengaja dibuang atau terbuang kesana.

Di antara pagar jeruji yang rapat dan terkunci, ada lubang yang bisa dilewati anak SD seusianya, ia pun masuk bersama teman-temannya dan menggali besi tua. Seperti mencari harta karun, ia menyisir setiap tanah sambil menggali setiap jengkalnya, saat ada bunyi "tunggggggg.." itu menjadi alarm harta karun. Lalu mereka beramai-ramai menggali di sekitar bunyi tersebut.

Anak itu lelah menggali dan mulai berinovasi, mencari yang tak perlu susah payah digali. Akhirnya, dia menemukan sebuah moment pembuangan yang menjadi moment bahagianya.
"Ooommmm.... Jangan dibuang om!" Dengan mata berkaca-kaca penuh bahagia dia berlari mendekati danau yang dalam bak jurang. Tapi suara kecilnya tidak begitu lantang, sebuah pelg mobil traktor tergelinding ke dasar.

"Kenapa de?"
"Ada lagi gak om yang mau dibuang?"
"Sudah gak ada dek! Kalau ada pun, gak boleh dibawa pulang atau diberi ke orang lain. Harus dibuang disini!"
"Sayang banget om, kan bisa dijual dan buat tabunganku." Candanya, sambil tersenyum polos.
"Kalau ada lagi, om simpankan disana ya! Nanti kamu tinggal ambil." Sambil menunjuk ke arah drum bekas minyak yang berjejer rapi.
"Makasih banyak om."
"Nih... Bawa pulang!"
"Wahhhhhhh... Makasih om." Sebuah lempengan alumunium diberikan ke tangan mungilnya.

Alumunium bernilai tinggi, dibandingkan besi tua. Tidak sia-sia dia menanti dan menunggu di sebrang danau sambil berkhayal punya sepeda dan mainan yang banyak.

Selain mencari rongsokan dan berjualan, ia juga sangat suka bermain. Selogannya pantang pulang sebelum menang, kecuali teriakan ibu berkumandang. Masa kecilnya begitu bahagia, ia bukan gadis yang mudah putus asa.

Ia selalu saja memungut yang terbuang untuk dikenang. Persis seperti ibunya, yang memanfaatkan sisi dalam pintu kulkas menjadi penghias dinding.

Nur Ariyanti

Comments

Popular posts from this blog

An Inconvenient Truth: 2030 Indonesia Tenggelam

Narasi Nur Ariyanti Ep 1 : Menghidupkan Cahaya